BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Istilah
”menyontek” bukan hal yang baru bagi para pelajar. Perbuatan menyontek selalu
menjadi sorotan para pendidik, terutama ketika kegiatan ujian, atau sejenisnya.
Hal ini menjadi point utama yang menjadi larangan dalam tata-tertib yang
diberlakukan dalam setiap ujian . Tidak jarang mereka yang ketahuan melakukan
tindakan menyontek mendapat sanksi berat, bahkan bisa sampai dikeluarkan atau
dinyatakan tidak lulus dalam ujian tersebut ( Sugiatno, 2011).
Sudah
dimaklumi bahwa orientasi belajar mahasiswa hanya untuk mendapatkan nilai
tinggi dan lulus ujian, lebih banyak kemampuan kognitif dari afektif dan
psikomotor, inilah yang membuat mereka mengambil jalan pintas, tidak jujur
dalam ujian atau melakukan praktek mencontek (Hanna, 2012)
Menurut
Megawati (dalam Hanna, 2012), proses
belajar yang orientasinya hanya untuk mendapatkan nilai biasanya hanya
melibatkan aspek kognitif (hafalan dan drilling), dan tidak melibatkan aspek
afektif, emosi, sosial, dan spiritual. Memang sulit untuk mengukur aspek-aspek
tersebut, sehingga bentuk soal-soal pasti hafalan atau pilihan berganda (kognitif).
Pelajaran agama, KWN, dan musik yang seharusnya melibatkan aspek afektif,
ternyata juga di "kognitifkan" (hafalan) sehingga tidak ada proses
refleksi dan apresiasi.
Seiring
berkembangnya teknologi dan informasi gejala atau bentuk perilaku mencontek
menjadi berkembang sebagaimana pendapat Dawkins, Robinson, Amburgey, Swank dan
Faulkner, menyebutkan bahwa bentuk mencontek bisa dilakukan dengan menyalin
tugas yang diperoleh dari sumber internet (Hartanto, 2012: 19).
Mencontek
merupakan perilaku yang dapat terjadi karena adanya pengaruh baik dari dalam
diri maupun karena interaksi dengan dunia luar. Sebagai sebuah bentuk perilaku,
mencontek merupakan hasil bentukan akibat pengamatan atau hasil interaksi
dengan lingkungan. Sehingga demikian perilaku mencontek antara individu satu
dengan yang lain dapat berbeda – beda tergantung bagaimana pengaruh yang
disebabkan faktor dari luar. Perilaku mencontek diharapkan dapat dirubah atau
dihentikan kembali dengan cara yang benar.
Dari
uraian tersebut di atas dapat digaris bawahi bahwa perilaku mencontek
bervariasi, dari yang selalu sampai tidak pernah. Perilaku tersebut dapat
merentang dari sangat positif, selalu mencontek, sampai sangat negatif, tidak
pernah berperilaku mencontek.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas maka yang menjadi perumusan masalah yaitu bagaimanakah
analisis perilaku mencontek dalam menjawab soal ujian dikalangan mahasiswa ?
1.3. Tujuan penulisan
1.3.1. Tujuan umum
Untuk menganalisis masalah perilaku mencontek dalam
menjawab soal ujian dikalangan mahasiswa.
1.3.2. Tujuan khusus
1. Untuk
mengetahui prilaku mencontek
2. Untuk
mengetahui bentuk-bentuk dari perilaku mencontek
3. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku mencontek
4. Untuk
mengetahui dampak perilaku mencontek
1.4.
Manfaat Penulisan
Untuk mengetahui
masalah perilaku mencontek yang terjadi dikalangan mahasiswa dan mencari
pemecahan masalah sehingga dapat dimanfaatkan dalam menanggulangi masalah
tersebut.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1.
Defenisi Perilaku Mencontek
Menurut
Suzana dan Wulan dalam Haryono (2001), mencontek tindak kecurangan dalam tes
melalui pemanfaatan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah.
Menurut
Hornby dalam Haryono (2001), mencontek bertindak secara tidak jujur atau tidak
adil untuk memperoleh keuntungan, khususnya dalam suatu permainan atau ujian.
Berdasarkan
pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku mencontek merupakan segala perbuatan dalam
ujian atau tes untuk memperoleh nilai secara tidak sah.
2.2. Bentuk-bentuk Perilaku mencontek
Menyontek
dilakukan dengan cara unik, baik diam-diam maupun terang-terangan. Dengan
melongokkan kepala, ke depan, samping kiri atau kanan, atau ke belakang. Namun
ada pula yang melirikkan mata ke arah lembaran jawaban teman. Ada juga dengan
memakai kode-kede tertentu, seperti kode jari tangan. Ini dapat dilakukan siswa
meskipun duduk berjauhan saat ujian. Membuat kertas kecil kemudian
melemparkannya kepada teman yang ingin diminta hasil pekerjaannya (Mitra Pendidikan, 2013)
Menurut
Klaumeier dalam Haryono (2001), perilaku yang dapat digolongkan sebagai
perilaku mencontek adalah sebagai berikut :
1. Menggunakan
catatan jawaban sewaktu ujian
2. Mencontoh
jawaban dari sisiwa lain
3. Memberikan
jawaban atau tugas yang telah selesai pada teman
4. Mengelak
dari aturan-aturan
Terdapat
kebijakan yang dikeluarkan oleh Universitas Carnegie Mellon yang menunjukkan
bentuk-bentuk perilaku mencontek sebagai berikut :
1. Penjiplakan
hasil karya orang lain (Plagiarisme)
2. Menyerahkan
pekerjakan yang bukan milik sendiri, baik untuk tugas maupun ujian
3. Menyerahkan
atau menggunakan data palsu
4. Mencuri
atau memperoleh secara tidak sah soal ujian
5. Menggunakan
pengganti atau wakil saat ujian
6. Mempergunakan
bahan-bahan yang tidak diperkenankan seperti : buku acuan, catatan atau program
computer dalam menyusun tugas atau sewaktu ujian
7. Mengkomunikasikan
informasi yang tidak diperkenankan dalam segala cara kepada siswa lain untuk
menyiapkan tugas atau sewaktu ujian
8. Menyerahkan
tugas yang sama untuk dua mata uji yang berbeda tanpa izin pengajar
9. Berkerjasama
dalam mempersiapkan suatu tugas bila tidak diperkenankan oleh pengajar.
2.3.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku Mencontek
Menurut Klausmeier
dalam Haryono (2001), menyatakan bahwa terdapat beberapa alasan yang dikemukan
oleh Schab, yaitu sebagai berikut :
1. Malas
belajar
2. Takut
bila mengalami kegagalan
3. Tuntutan
orang tua untuk memperoleh nilai yang baik
Sedangkan
menurut Suzana dalam Haryono (2001) , faktor-faktor yang mendorong pelajar mencontek
adalah sebagai berikut :
1. Kecenderungan
pusat kendali atau lotus of control
Pelajar yang memiliki
kecenderungan pusat kendali internal yakin bahwa keberhasilan dalam ujian
adalah hasil usaha yang dilakukan, sedang pelajar dengan kecenderungan pusat
kendali eksternal memandang keberhasilan dirinya ditentukan oleh keberuntungan,
nasib atau orang diluar dirinya. Perbedaan pusat kendali ini berpengaruh pada
perilaku mencontek. pelajar dengan pusat kendali internal akan jarang atau
menolak untuk mencontek dibanding pelajar dengan pusat kendali eksternal.
2. Kecemasan
yang dialami
Kecemasan ini dapat
terjadi karena :
a. Persepsi
yang salah terhadap fungsi tes pada diri pelajar
Pelajar yang
mempersepsikan tes sebagai instrument untuk mengetahui hasil belajar akan lebih
tenang dalam menghadapi tes, disanding pelajar yang mempersepsikan tes sebagai
instrument untuk menyusun peringkat dan mengambil keputusan yang berkaitan
dengan keberhasilan dan kegagalan.
b. Tekanan
untuk berhasil dalam tes atau mencapai nilai yang tinggi
Tekanan untuk berhasil
dalam tes atau mencapai nilai yang tinggi menyebabkan pelajar cemas. Kecemasan
dalam tes merupakan indikator kuatnya motivasi pelajar untuk menghindari
kegagalan. Semakin cemas seorang pelajar dalam menghadapi tes akan semakin kuat
dorongan untuk berbuat curang (Malinowaki & Smith dalam Sujana dan Wulan,
1994).
Hal ini sejalan dengan
pendapat Yelon dan Weinstein dalam Haryono (2001), bahwa dalam suatu system
yang kompetitif hanya sedikit palajar yang memiliki peluang untuk sukses,
sedang sebagian besar pelajar yang lain menjadi menarik diri, kehilangan menat
terhadap kuliah, frustasi, agresif dan mencontek.
3. Situasional
Faktor situasional yang
dimaksud adalah kondisi-kondisi yang bersifat mendesak seperti : pelaksanaan
tes secara mendadak, materi tes yang terlalu banyak, menghadapi dua atau lebih
tes pada hari yang sama.
4. Persetujuan
teman sebaya terhadap perilaku mencontek
Banyaknya teman sebaya
yang mencontek menyebabkan pelajar berpikir bahwa mencontek adalah tindakan
yang wajar dilakukan demi mencapai hasil yang diinginkan
Dalam
buku Psikology of Academic Cheating, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
mencontek (plagiat) digolongkan dalam empat kategori yaitu : (1) Demografi
(usia, jenis kelamin, dan perbedaan kebudayaan), (2) Kepribadian (dorongan
mencari sensasi, self control, perkembangan moral dan sikap), (3) Motivasi
(tujuan dan alasan dalam pembelajaran) dan (4) Akademik meliputi kemampuan seseorang
(Anderman dan Murdock, dalam Aryani, 2013).
Menurut
Bandura (dalam Aryani, 2013) mahasiswa yang melakukan plagiat (mencontek)
karena memiliki efikasi diri adalah hasil evaluasi individu atas kemampuan dan
potensi diri yang akan menjadi dasar perilakunya menghadapi tugas-tugas di waktu
kemudian, selain itu efikasi diri merupakan hasil proses kognitif social yang
berwujud keyakinan dan pengharapan serta keputusan pada kemampuan individu
dalam bertindak guna memperoleh hasil yang maksimal.
2.4.
Dampak Perilaku Mencontek
Dampak buruk
dari mencontek ada yang langsung dirasakan akibatnya, tetapi ada juga dampak
yang sifatnya jangka panjang. Mencontek memiliki dampak buruk diantaranya
adalah sebagai berikut, (SMK Muhammadiyah 3 Wates , 2013) :
1. Malas
belajar
Orang yang suka
mencontek tidak akan punya motivasi belajar yang tinggi. Mereka justru semakin
malas belajar dan mengandalkan contekan ketika menghadapi ujian. Akibatnya
sangat jelas, pelajar dan mahasiswa seperti ini mungkin bisa dapat nilai bagus
tapi pasti tidak bisa menguasai ilmu yang seharusnya mereka tahu.
2. Biasa
berbohong
Mencontek memerlukan
kebohongan untuk mensukseskan misinya. Orang yang biasa mencontek akan biasa
pula berbohong. Mereka menjadi orang yang terbiasa tidak jujur kepada diri
sendiri dan orang lain. Tentunya kebiasaan berbohong ini akan sangat berbahaya
karena bisa menjadi orang yang tidak dipercaya perkataan dan perbuatannya.
3. Menular
Ada yang mengibaratkan
mencontek itu dengan penyakit yang bisa menular ke semua orang. Jika melihat teman
sekelasnya bisa mencontek, tetangga kiri dan kanannya pun pasti akan mengikuti.
Kebiasaan buruk ini pun menular dan menyebar ke seantara kelas. Bahkan juga
bisa menular ke kelas lain.
4. Tidak
percaya diri
Tukang nyontek itu
orang yang tidak percaya diri. Semakin sering dia mencontek, semakin berkurang
rasa percaya dirinya untuk bisa mengerjakan sendiri. Setiap orang sebenarnya
memliki kemampuan untuk menerima pelajaran. Sayangnya sebagian orang ada yang malas
menggunakan kemampuan itu.
Selain dari beberapa
hal dari dampak mencontek yang telah disebut di atas, terdapat beberapa dampak
mencontek bagi masa depan yaitu sebagai berikut, (Afghani, 2011) :
a. Menjadikan
generasi penerus pemalas
b. Memunculkan
sikap tidak positif dalam kompetisi
c. Menjadi
bodoh walaupun nilai bagus/meningkatkan kebodohan
d. Menurunkan
kualitas sumber daya manusia
e. Terbentuk
kepribadian yang tidak jujur
f. Berdosa
dihadapan Tuhan YME
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1.
KESIMPULAN
Menurut
Suzana dan Wulan dalam Haryono (2001), mencontek
tindak kecurangan dalam tes melalui pemanfaatan informasi yang berasal dari
luar secara tidak sah.
Dari
beberapa sumber yang menyatakan menggolongkan perilaku mencontek, berikut
perilaku mencontek yang di ungkapkan menurut Klaumeier dalam Haryono (2001),
perilaku yang dapat digolongkan sebagai perilaku mencontek adalah (1) Menggunakan
catatan jawaban sewaktu ujian, (2) Mencontoh jawaban dari sisiwa lain, (3) Memberikan
jawaban atau tugas yang telah selesai pada teman dan (4) Mengelak dari
aturan-aturan.
Dari
beberapa pendapat tentang faktor penyebab terjadinya mencontek, berikut
pendapat yang dikemukakan oleh Klausmeier (1985) dalamHaryono (2001), menyatakan bahwa terdapat beberapa
alasan yang dikemukan oleh Schab, yaitu sebagai berikut yaitu (1) Malas belajar, (2) Takut bila
mengalami kegagalan, (3) Tuntutan orang tua untuk memperoleh nilai yang baik.
Dampak buruk
dari mencontek ada yang langsung dirasakan akibatnya, tetapi ada juga dampak
yang sifatnya jangka panjang. Mencontek memiliki dampak buruk diantaranya
adalah sebagai berikut yaitu (1) Malas belajar, (2) Biasa berbohong, (3) Menular,
(4) Tidak percaya diri.
Beberapa dampak
mencontek bagi masa depan yaitu sebagai berikut (1) Menjadikan generasi penerus
pemalas, (2) Memunculkan sikap tidak positif dalam kompetisi, (3) Menjadi bodoh
walaupun nilai bagus/meningkatkan kebodohan, (4) Menurunkan kualitas sumber
daya manusia, (5) Terbentuk kepribadian yang tidak jujur, dan (6) Berdosa
dihadapan Tuhan YME
3.2.
SARAN
Menghadapi
fenomena mencontek yang sudah menjadi budaya dikalangan pelajar, pendidik
seharusnya harus lebih peka terhadap hal tersebut. Kesalahan sstem dalam belajar atau dalam
ujian dapat memicu kejadian mencontek.
Salah satu dari penyebab mencontek adalah faktor situasional yaitu
kondisi-kondisi yang bersifat mendesak seperti : pelaksanaan ujian tes secara
mendadak, materi tes yang terlalu banyak, atau menghadapi dua atau lebih tes pada
hari yang sama.
Pendidik
harus lebih peka terhadap kondisi pelajar/mahasiswa sebelum memberikan
ujian/tes. Setiap pelajar/mahasiswa
tentunya memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam memahami sebuah
matakuliah. Maka dari itu tes diagnostic dapat digunakan untuk mengetahu
kelemahan-kelemahan pelajar/mahasiswa pada materi tententu agar hal tersebut
dapat dilakukan penangan yang tepat.
Apabila
kelemahan tersebut sudah ditangani, maka pendidik dapat melakukan test/ujian
pada materi tersebut tanpa ragu.
Mahasiswa yang telah menguasai materi tentunya tidak akan mencontek. hal
tersebut karena mahasiswa tersebut memiliki kepercayaan diri yang kemudian akan
memunculkan kecenderungan pusat kendali internal yakin bahwa keberhasilan dalam
ujian adalah hasil usaha yang dilakukannya sendiri
Untuk
lebih meminimalkan lagi fenomena mencontek, tes formatif dapat dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana mahasiswa telah terbentuk setelah materi mata kuliah
tertentu. Tes formatif dapat juga dipandang sebagai test diagnostik pada akhir
pelajaran. Maka dari tes tersebut pendidik dapat mengetahui kemampuan
masing-masing mahasiswa.
Menyusun
soal ujian dengan bentuk test uraian yang membutuhkan analisa bila materi yang
dipelajari memungkinkan untuk hal tersebut sehingga mahasiswa tidak mungkin
memiliki jawaban yang sama dengan mahasiswa lainnnya. Soal memorisasi atau
harus sama seperti yang tercantum dibuku akan membuat mahasiswa tergerak untuk
mencontek.
Penulis
mengharapkan ada kesepakatan bersama semua komponen yang terlibat langsung
dalam dunia pendidikan untuk memerangi masalah mencontek atau cheating bagi
pelajar dalam ulangan atau ujian yang diberikan oleh dosen, maupun pemerintah
(Ujian Nasional). Karena sistem sekarang ini masih menggunakan penilaian
nasional, maka yang terpenting kita sebagai subyek pendidikan yang berlaku
jujur dalam mengelola pendidikan. Dosen dalam menilai harus jujur, pengawas
harus jujur mengawasi para mahasiswa, kepala program studi harus jujur dan
bijaksana dalam mengambil keputusan. Jangan malu dan takut dikatakan gagal
meluluskan mahasiswa-mahasiswinya dalam ujian.
Menyikapi fenomena contek-menyontek dikalangan
paramaha siswa sebenarnya kita bisa saja memutus rantai itu dengan menumbuhkan
imej dari mahassiwa tersebut bahwa dosen bisa solider dalam banyak menghadapi
ujian, meyakini mahassiwa untuk bisa berkerja secara sendiri-sendiri. Dengan
sikap seperti itu maka diharapkan akan meminimalisasi contek-menyontek di
kalangan mahasiswa. Tumbuhkan rasa percaya diri dengan merasa puas akan hasil
kerja sendiri. Mengubah kebiasaan walau pada awalnya memang bukan hal gampang.
Pengajaran
yang orientasinya siswa mampu menjawab soal dan bukan pada pengertian serta
pengembangan inovasi dan kreatifitas siswa akan menumbuhkan kebosanan,
kejenuhan, suasana monoton yang dapat berakibat stress. Sudah waktunya sistem
pendidikan kita bersifat two way
communication antara dosen dan mahasiswa. Kelompok kerja makalah,
presentasi, pembuatan alat peraga, studi lapangan kiranya lebih digiatkan
daripada menimbuni mahasiswa dengan soal-soal yang banyak tapi dikerjakan
dengan menyontek. (Widiawan, dalam Hanna 2012)
Dampak
yang timbul dari praktek menyontek yang secara terus menerus dilakukan akan
mengakibatkan ketidakjujuran Jika tidak, niscaya akan muncul malapetaka: peserta
didik akan menanam kebiasaan berbuat tidak jujur, yang pada saatnya nanti akan
menjadi kandidat koruptor.
Jika
masalah mencontek ini masih saja dianggap sepele oleh semua orang, tidak akan respon
dan tanggapan dari guru, kepala sekolah, pengawas, dinas pendidkan para pakar
pendidikan dan pengambil kebijakan dalam bidang pendidikan, penulis pesimis dunia
pendidikan akan maju, kreatifitas siswa akan hilang yang tumbuh mungkin orang-orang
yang tidak jujur yang bekerja disemua sektor kehidupan.