Thursday, May 29, 2014

KTI Perilaku Mencontek Dalam Menjawab Soal Ujian Dikalangan Mahasiswa

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Istilah ”menyontek” bukan hal yang baru bagi para pelajar. Perbuatan menyontek selalu menjadi sorotan para pendidik, terutama ketika kegiatan ujian, atau sejenisnya. Hal ini menjadi point utama yang menjadi larangan dalam tata-tertib yang diberlakukan dalam setiap ujian . Tidak jarang mereka yang ketahuan melakukan tindakan menyontek mendapat sanksi berat, bahkan bisa sampai dikeluarkan atau dinyatakan tidak lulus dalam ujian tersebut ( Sugiatno, 2011).
Sudah dimaklumi bahwa orientasi belajar mahasiswa hanya untuk mendapatkan nilai tinggi dan lulus ujian, lebih banyak kemampuan kognitif dari afektif dan psikomotor, inilah yang membuat mereka mengambil jalan pintas, tidak jujur dalam ujian atau melakukan praktek mencontek (Hanna, 2012)
Menurut Megawati (dalam Hanna, 2012),  proses belajar yang orientasinya hanya untuk mendapatkan nilai biasanya hanya melibatkan aspek kognitif (hafalan dan drilling), dan tidak melibatkan aspek afektif, emosi, sosial, dan spiritual. Memang sulit untuk mengukur aspek-aspek tersebut, sehingga bentuk soal-soal pasti hafalan atau pilihan berganda (kognitif). Pelajaran agama, KWN, dan musik yang seharusnya melibatkan aspek afektif, ternyata juga di "kognitifkan" (hafalan) sehingga tidak ada proses refleksi dan apresiasi.
Seiring berkembangnya teknologi dan informasi gejala atau bentuk perilaku mencontek menjadi berkembang sebagaimana pendapat Dawkins, Robinson, Amburgey, Swank dan Faulkner, menyebutkan bahwa bentuk mencontek bisa dilakukan dengan menyalin tugas yang diperoleh dari sumber internet (Hartanto, 2012: 19).
Mencontek merupakan perilaku yang dapat terjadi karena adanya pengaruh baik dari dalam diri maupun karena interaksi dengan dunia luar. Sebagai sebuah bentuk perilaku, mencontek merupakan hasil bentukan akibat pengamatan atau hasil interaksi dengan lingkungan. Sehingga demikian perilaku mencontek antara individu satu dengan yang lain dapat berbeda – beda tergantung bagaimana pengaruh yang disebabkan faktor dari luar. Perilaku mencontek diharapkan dapat dirubah atau dihentikan kembali dengan cara yang benar.
Dari uraian tersebut di atas dapat digaris bawahi bahwa perilaku mencontek bervariasi, dari yang selalu sampai tidak pernah. Perilaku tersebut dapat merentang dari sangat positif, selalu mencontek, sampai sangat negatif, tidak pernah berperilaku mencontek.

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi perumusan masalah yaitu bagaimanakah analisis perilaku mencontek dalam menjawab soal ujian dikalangan mahasiswa ?

1.3. Tujuan penulisan
1.3.1. Tujuan umum
Untuk  menganalisis masalah perilaku mencontek dalam menjawab soal ujian dikalangan mahasiswa.

1.3.2. Tujuan khusus
1.      Untuk mengetahui prilaku mencontek
2.      Untuk mengetahui bentuk-bentuk dari perilaku mencontek
3.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku mencontek
4.      Untuk mengetahui dampak perilaku mencontek

1.4. Manfaat Penulisan
Untuk mengetahui masalah perilaku mencontek yang terjadi dikalangan mahasiswa dan mencari pemecahan masalah sehingga dapat dimanfaatkan dalam menanggulangi masalah tersebut.


 BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Defenisi Perilaku Mencontek
Menurut Suzana dan Wulan dalam Haryono (2001), mencontek tindak kecurangan dalam tes melalui pemanfaatan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah.
Menurut Hornby dalam Haryono (2001), mencontek bertindak secara tidak jujur atau tidak adil untuk memperoleh keuntungan, khususnya dalam suatu permainan atau ujian.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku  mencontek merupakan segala perbuatan dalam ujian atau tes untuk memperoleh nilai secara tidak sah.

2.2. Bentuk-bentuk Perilaku mencontek
Menyontek dilakukan dengan cara unik, baik diam-diam maupun terang-terangan. Dengan melongokkan kepala, ke depan, samping kiri atau kanan, atau ke belakang. Namun ada pula yang melirikkan mata ke arah lembaran jawaban teman. Ada juga dengan memakai kode-kede tertentu, seperti kode jari tangan. Ini dapat dilakukan siswa meskipun duduk berjauhan saat ujian. Membuat kertas kecil kemudian melemparkannya kepada teman yang ingin diminta hasil pekerjaannya (Mitra Pendidikan, 2013)
Menurut Klaumeier dalam Haryono (2001), perilaku yang dapat digolongkan sebagai perilaku mencontek adalah sebagai berikut :
1.      Menggunakan catatan jawaban sewaktu ujian
2.      Mencontoh jawaban dari sisiwa lain
3.      Memberikan jawaban atau tugas yang telah selesai pada teman
4.      Mengelak dari aturan-aturan
Terdapat kebijakan yang dikeluarkan oleh Universitas Carnegie Mellon yang menunjukkan bentuk-bentuk perilaku mencontek sebagai berikut :
1.      Penjiplakan hasil karya orang lain (Plagiarisme)
2.      Menyerahkan pekerjakan yang bukan milik sendiri, baik untuk tugas maupun ujian
3.      Menyerahkan atau menggunakan data palsu
4.      Mencuri atau memperoleh secara tidak sah soal ujian
5.      Menggunakan pengganti atau wakil saat ujian
6.      Mempergunakan bahan-bahan yang tidak diperkenankan seperti : buku acuan, catatan atau program computer dalam menyusun tugas atau sewaktu ujian
7.      Mengkomunikasikan informasi yang tidak diperkenankan dalam segala cara kepada siswa lain untuk menyiapkan tugas atau sewaktu ujian
8.      Menyerahkan tugas yang sama untuk dua mata uji yang berbeda tanpa izin pengajar
9.      Berkerjasama dalam mempersiapkan suatu tugas bila tidak diperkenankan oleh pengajar.

2.3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku Mencontek
Menurut Klausmeier dalam Haryono (2001), menyatakan bahwa terdapat beberapa alasan yang dikemukan oleh Schab, yaitu sebagai berikut :
1.      Malas belajar
2.      Takut bila mengalami kegagalan
3.      Tuntutan orang tua untuk memperoleh nilai yang baik
Sedangkan menurut Suzana dalam Haryono (2001) , faktor-faktor yang mendorong pelajar mencontek adalah sebagai berikut :
1.      Kecenderungan pusat kendali atau lotus of control
Pelajar yang memiliki kecenderungan pusat kendali internal yakin bahwa keberhasilan dalam ujian adalah hasil usaha yang dilakukan, sedang pelajar dengan kecenderungan pusat kendali eksternal memandang keberhasilan dirinya ditentukan oleh keberuntungan, nasib atau orang diluar dirinya. Perbedaan pusat kendali ini berpengaruh pada perilaku mencontek. pelajar dengan pusat kendali internal akan jarang atau menolak untuk mencontek dibanding pelajar dengan pusat kendali eksternal.
2.      Kecemasan yang dialami
Kecemasan ini dapat terjadi karena :
a.       Persepsi yang salah terhadap fungsi tes pada diri pelajar
Pelajar yang mempersepsikan tes sebagai instrument untuk mengetahui hasil belajar akan lebih tenang dalam menghadapi tes, disanding pelajar yang mempersepsikan tes sebagai instrument untuk menyusun peringkat dan mengambil keputusan yang berkaitan dengan keberhasilan dan kegagalan.
b.      Tekanan untuk berhasil dalam tes atau mencapai nilai yang tinggi
Tekanan untuk berhasil dalam tes atau mencapai nilai yang tinggi menyebabkan pelajar cemas. Kecemasan dalam tes merupakan indikator kuatnya motivasi pelajar untuk menghindari kegagalan. Semakin cemas seorang pelajar dalam menghadapi tes akan semakin kuat dorongan untuk berbuat curang (Malinowaki & Smith dalam Sujana dan Wulan, 1994).
Hal ini sejalan dengan pendapat Yelon dan Weinstein dalam Haryono (2001), bahwa dalam suatu system yang kompetitif hanya sedikit palajar yang memiliki peluang untuk sukses, sedang sebagian besar pelajar yang lain menjadi menarik diri, kehilangan menat terhadap kuliah, frustasi, agresif dan mencontek.
3.      Situasional
Faktor situasional yang dimaksud adalah kondisi-kondisi yang bersifat mendesak seperti : pelaksanaan tes secara mendadak, materi tes yang terlalu banyak, menghadapi dua atau lebih tes pada hari yang sama.
4.      Persetujuan teman sebaya terhadap perilaku mencontek
Banyaknya teman sebaya yang mencontek menyebabkan pelajar berpikir bahwa mencontek adalah tindakan yang wajar dilakukan demi mencapai hasil yang diinginkan
Dalam buku Psikology of Academic Cheating, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku mencontek (plagiat) digolongkan dalam empat kategori yaitu : (1) Demografi (usia, jenis kelamin, dan perbedaan kebudayaan), (2) Kepribadian (dorongan mencari sensasi, self control, perkembangan moral dan sikap), (3) Motivasi (tujuan dan alasan dalam pembelajaran) dan (4) Akademik meliputi kemampuan seseorang (Anderman dan Murdock, dalam Aryani, 2013).
Menurut Bandura (dalam Aryani, 2013) mahasiswa yang melakukan plagiat (mencontek) karena memiliki efikasi diri adalah hasil evaluasi individu atas kemampuan dan potensi diri yang akan menjadi dasar perilakunya menghadapi tugas-tugas di waktu kemudian, selain itu efikasi diri merupakan hasil proses kognitif social yang berwujud keyakinan dan pengharapan serta keputusan pada kemampuan individu dalam bertindak guna memperoleh hasil yang maksimal.

2.4. Dampak Perilaku  Mencontek
Dampak buruk dari mencontek ada yang langsung dirasakan akibatnya, tetapi ada juga dampak yang sifatnya jangka panjang. Mencontek memiliki dampak buruk diantaranya adalah sebagai berikut, (SMK Muhammadiyah 3 Wates , 2013) :
1.      Malas belajar
Orang yang suka mencontek tidak akan punya motivasi belajar yang tinggi. Mereka justru semakin malas belajar dan mengandalkan contekan ketika menghadapi ujian. Akibatnya sangat jelas, pelajar dan mahasiswa seperti ini mungkin bisa dapat nilai bagus tapi pasti tidak bisa menguasai ilmu yang seharusnya mereka tahu.
2.      Biasa berbohong
Mencontek memerlukan kebohongan untuk mensukseskan misinya. Orang yang biasa mencontek akan biasa pula berbohong. Mereka menjadi orang yang terbiasa tidak jujur kepada diri sendiri dan orang lain. Tentunya kebiasaan berbohong ini akan sangat berbahaya karena bisa menjadi orang yang tidak dipercaya perkataan dan perbuatannya.
3.      Menular
Ada yang mengibaratkan mencontek itu dengan penyakit yang bisa menular ke semua orang. Jika melihat teman sekelasnya bisa mencontek, tetangga kiri dan kanannya pun pasti akan mengikuti. Kebiasaan buruk ini pun menular dan menyebar ke seantara kelas. Bahkan juga bisa menular ke kelas lain.
4.      Tidak percaya diri
Tukang nyontek itu orang yang tidak percaya diri. Semakin sering dia mencontek, semakin berkurang rasa percaya dirinya untuk bisa mengerjakan sendiri. Setiap orang sebenarnya memliki kemampuan untuk menerima pelajaran. Sayangnya sebagian orang ada yang malas menggunakan kemampuan itu.
Selain dari beberapa hal dari dampak mencontek yang telah disebut di atas, terdapat beberapa dampak mencontek bagi masa depan yaitu sebagai berikut, (Afghani, 2011) :
a.       Menjadikan generasi penerus pemalas
b.      Memunculkan sikap tidak positif dalam kompetisi
c.       Menjadi bodoh walaupun nilai bagus/meningkatkan kebodohan
d.      Menurunkan kualitas sumber daya manusia
e.       Terbentuk kepribadian yang tidak jujur
f.       Berdosa dihadapan Tuhan YME

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. KESIMPULAN
Menurut Suzana dan Wulan dalam Haryono  (2001), mencontek tindak kecurangan dalam tes melalui pemanfaatan informasi yang berasal dari luar secara tidak sah.
Dari beberapa sumber yang menyatakan menggolongkan perilaku mencontek, berikut perilaku mencontek yang di ungkapkan menurut Klaumeier dalam Haryono (2001), perilaku yang dapat digolongkan sebagai perilaku mencontek adalah (1) Menggunakan catatan jawaban sewaktu ujian, (2) Mencontoh jawaban dari sisiwa lain, (3) Memberikan jawaban atau tugas yang telah selesai pada teman dan (4) Mengelak dari aturan-aturan.
Dari beberapa pendapat tentang faktor penyebab terjadinya mencontek, berikut pendapat yang dikemukakan oleh Klausmeier (1985) dalamHaryono  (2001), menyatakan bahwa terdapat beberapa alasan yang dikemukan oleh Schab, yaitu sebagai berikut  yaitu (1) Malas belajar, (2) Takut bila mengalami kegagalan, (3) Tuntutan orang tua untuk memperoleh nilai yang baik.
Dampak buruk dari mencontek ada yang langsung dirasakan akibatnya, tetapi ada juga dampak yang sifatnya jangka panjang. Mencontek memiliki dampak buruk diantaranya adalah sebagai berikut yaitu (1) Malas belajar, (2) Biasa berbohong, (3) Menular, (4) Tidak percaya diri.
Beberapa dampak mencontek bagi masa depan yaitu sebagai berikut (1) Menjadikan generasi penerus pemalas, (2) Memunculkan sikap tidak positif dalam kompetisi, (3) Menjadi bodoh walaupun nilai bagus/meningkatkan kebodohan, (4) Menurunkan kualitas sumber daya manusia, (5) Terbentuk kepribadian yang tidak jujur, dan (6) Berdosa dihadapan Tuhan YME

3.2. SARAN
Menghadapi fenomena mencontek yang sudah menjadi budaya dikalangan pelajar, pendidik seharusnya harus lebih peka terhadap hal tersebut.  Kesalahan sstem dalam belajar atau dalam ujian dapat memicu kejadian mencontek.  Salah satu dari penyebab mencontek adalah faktor situasional yaitu kondisi-kondisi yang bersifat mendesak seperti : pelaksanaan ujian tes secara mendadak, materi tes yang terlalu banyak, atau menghadapi dua atau lebih tes pada hari yang sama.
Pendidik harus lebih peka terhadap kondisi pelajar/mahasiswa sebelum memberikan ujian/tes.  Setiap pelajar/mahasiswa tentunya memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam memahami sebuah matakuliah. Maka dari itu tes diagnostic dapat digunakan untuk mengetahu kelemahan-kelemahan pelajar/mahasiswa pada materi tententu agar hal tersebut dapat dilakukan penangan yang tepat.
Apabila kelemahan tersebut sudah ditangani, maka pendidik dapat melakukan test/ujian pada materi tersebut tanpa ragu.  Mahasiswa yang telah menguasai materi tentunya tidak akan mencontek. hal tersebut karena mahasiswa tersebut memiliki kepercayaan diri yang kemudian akan memunculkan kecenderungan pusat kendali internal yakin bahwa keberhasilan dalam ujian adalah hasil usaha yang dilakukannya sendiri
Untuk lebih meminimalkan lagi fenomena mencontek, tes formatif dapat dilakukan untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa telah terbentuk setelah materi mata kuliah tertentu. Tes formatif dapat juga dipandang sebagai test diagnostik pada akhir pelajaran. Maka dari tes tersebut pendidik dapat mengetahui kemampuan masing-masing mahasiswa.
Menyusun soal ujian dengan bentuk test uraian yang membutuhkan analisa bila materi yang dipelajari memungkinkan untuk hal tersebut sehingga mahasiswa tidak mungkin memiliki jawaban yang sama dengan mahasiswa lainnnya. Soal memorisasi atau harus sama seperti yang tercantum dibuku akan membuat mahasiswa tergerak untuk mencontek.
Penulis mengharapkan ada kesepakatan bersama semua komponen yang terlibat langsung dalam dunia pendidikan untuk memerangi masalah mencontek atau cheating bagi pelajar dalam ulangan atau ujian yang diberikan oleh dosen, maupun pemerintah (Ujian Nasional). Karena sistem sekarang ini masih menggunakan penilaian nasional, maka yang terpenting kita sebagai subyek pendidikan yang berlaku jujur dalam mengelola pendidikan. Dosen dalam menilai harus jujur, pengawas harus jujur mengawasi para mahasiswa, kepala program studi harus jujur dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Jangan malu dan takut dikatakan gagal meluluskan mahasiswa-mahasiswinya dalam ujian.
 Menyikapi fenomena contek-menyontek dikalangan paramaha siswa sebenarnya kita bisa saja memutus rantai itu dengan menumbuhkan imej dari mahassiwa tersebut bahwa dosen bisa solider dalam banyak menghadapi ujian, meyakini mahassiwa untuk bisa berkerja secara sendiri-sendiri. Dengan sikap seperti itu maka diharapkan akan meminimalisasi contek-menyontek di kalangan mahasiswa. Tumbuhkan rasa percaya diri dengan merasa puas akan hasil kerja sendiri. Mengubah kebiasaan walau pada awalnya memang bukan hal gampang.
Pengajaran yang orientasinya siswa mampu menjawab soal dan bukan pada pengertian serta pengembangan inovasi dan kreatifitas siswa akan menumbuhkan kebosanan, kejenuhan, suasana monoton yang dapat berakibat stress. Sudah waktunya sistem pendidikan kita bersifat two way communication antara dosen dan mahasiswa. Kelompok kerja makalah, presentasi, pembuatan alat peraga, studi lapangan kiranya lebih digiatkan daripada menimbuni mahasiswa dengan soal-soal yang banyak tapi dikerjakan dengan menyontek. (Widiawan, dalam Hanna 2012)
Dampak yang timbul dari praktek menyontek yang secara terus menerus dilakukan akan mengakibatkan ketidakjujuran Jika tidak, niscaya akan muncul malapetaka: peserta didik akan menanam kebiasaan berbuat tidak jujur, yang pada saatnya nanti akan menjadi kandidat koruptor.
Jika masalah mencontek ini masih saja dianggap sepele oleh semua orang, tidak akan respon dan tanggapan dari guru, kepala sekolah, pengawas, dinas pendidkan para pakar pendidikan dan pengambil kebijakan dalam bidang pendidikan, penulis pesimis dunia pendidikan akan maju, kreatifitas siswa akan hilang yang tumbuh mungkin orang-orang yang tidak jujur yang bekerja disemua sektor kehidupan.


Makanan untuk kecerdasan otak anak

Semua orang tentunya menginginkan kecerdasan, dan tidak terlepas juga bahwa orang tua sangat menginginkan anaknya tumbuh menjadi anak yang cerdas yang kelak akan menjadi kebanggaan. Ada beberapa anggapan bahwa kecerdasan itu berasal dari keturunan, namun sebenarnya bukan hanya itu yang menyebabkan seseorang menjadi cerdas. Banyak faktor yang bisa membuat seseorang menjadi cerdas. Salah satu faktor yaitu asuapan nutrisi.

Memberikan asupan makan yang bergizi kepada anak tidak hanya akan menjaga kesehatannya namun juga akan merangsang kecerdasannya.  Menu makanan seperti buah-buahan, sayuran, daging dan ikan bisa mencukupi vitamin dan mineral utama yang dibutuhkan untuk kesehatan mental dan fisik anak. Berikut adalah beberapa makanan yang dipercaya dapat merangsang kecerasan anak. Hal tersebut dikarenakan makanan tersebut dapat merangsang pertumbuhan sel-sel otak pada anak :
  1. Ikan Salmon : Ikan salmon merupakan sumber terbaik asam lemak omega-3 dan asam eikosapentanoat (EPA) yang berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan fungsi otak. Pakar kesehatan menunjukkan bahwa orang yang memperoleh asupan lemak lebih banyak akan memiliki pikiran lebih tajam dan mencatat hasil memuaskan dalam uji kemampuan

  2. Sayuran berwarna : Sayuran memiliki banyak sekali mamfaat bagi tubuh kita. Selain dia mampu untuk mencegah kanker, sayuran yang berwarna seperti wortel, tomat, bayam atau labu memiliki zat antioksidan yang kaya. Antioksidan dipercaya dapat membantu pertumbuhan otak anak.

  3. Telur : Telur kaya akan protein yang sangat baik untuk kecerdasan. Terdapat kolin didalam kuning telur yang terbukti membantu perkembangan memori. Untuk memperoleh kenikmatan dalam mengkonsumsi telur, maka dapat disediakan dengan jenis olahan yang bervariasi sehingga anak tidak akan bosan dan selera.

  4. Kacang-kacangan : 
    Kacang merah mengandung protein,  serat, vitamin, dan mineral serta karbohidrat kompleks yang diolah menjadi energi dan sangat baik untuk aktivitas sel-sel otak serta tubuh anak. Menurut hasil penelitian, kacang merah dan kacang pinto mengandung lebih banyak asam lemak omega 3 daripada jenis kacang lainnya, khususnya ALA, jenis asal omega 3 yang penting bagi pertumbuhan dan fungsi otak.
Selain dengan memberikan asupan yang baik bagi kebutuhan otak, untuk membuat anak menjadi cerdas maka otakpun harus sering diasah. Berbicara dan bercerita, menyanyikan lagu anak-anak, bermain puzzle, angka, halma, congkak, kartu, monopoli dan computer dapat dilakukan untuk merangsang otak anak.